Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Turki mengecam seruan oposisi untuk melakukan boikot belanja massal menyusul penangkapan Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu yang memicu protes nasional. Turki menyebut aksi boikot itu sebagai sabotase ekonomi.

Setelah wali kota Istanbul ditahan dua pekan lalu, oposisi utama Partai Rakyat Republik (CHP) menyerukan boikot barang dan jasa dari perusahaan yang dianggap memiliki hubungan dengan pemerintahan Presiden Tayyip Erdogan.

Seruan itu meluas pada Rabu, 2 April hingga mencakup penghentian semua kegiatan belanja selama satu hari. Kondisi ini mendorong beberapa toko tutup sebagai bentuk solidaritas dengan mereka yang mengkritik penangkapan Imamoglu sebagai upaya yang dipolitisasi dan anti-demokrasi untuk merusak prospek elektoral oposisi.

Imamoglu merupakan pesaing politik utama Erdogan dan kandidat presiden CHP untuk pemilihan mendatang.

Menteri Perdagangan Omer Bolat mengatakan seruan boikot belanja menimbulkan ancaman terhadap stabilitas ekonomi. Dia menuduh mereka yang mendukung boikot berusaha melemahkan pemerintah.

"Seruan-seruan itu merupakan upaya untuk menyabotase ekonomi dan memasukkan unsur-unsur perdagangan dan persaingan yang tidak adil. Kami melihat ini sebagai upaya yang sia-sia oleh kalangan yang menganggap diri mereka sebagai penguasa negara ini", kata Bolat dilansir Reuters.

Sementara Wakil Presiden Cevdet Yilmaz mengatakan  seruan itu mengancam keharmonisan sosial dan stabilitas ekonomi, dan "ditakdirkan untuk gagal".

Beberapa menteri kabinet dan selebritas pro-pemerintah, termasuk mantan gelandang sepak bola Jerman dan Arsenal Mesut Ozil, menggunakan tagar #BoykotDegilMilliZararuntuk menegaskan sikap mereka.

Seruan boikot itu dipimpin oleh ketua CHP Ozgur Ozel, yang telah mendorong protes jalanan yang telah membengkak menjadi yang terbesar di Turki dalam lebih dari satu dekade. Erdogan menyebut protes itu "jahat" dan mengatakan protes itu tidak akan bertahan lama.

Ekonomi Turki telah dilanda krisis biaya hidup selama bertahun-tahun dan serangkaian kejatuhan mata uang, dengan pertumbuhan yang melambat dan inflasi yang masih tinggi pada 39% pada bulan Februari.

Pada Selasa, jaksa meluncurkan penyelidikan terhadap mereka yang mendukung seruan boikot di media sosial dan media konvensional. Kantor kejaksaan Istanbul mengatakan mereka sedang menyelidiki seruan yang diduga bertujuan untuk mencegah sebagian masyarakat terlibat dalam aktivitas ekonomi, dengan alasan kemungkinan pelanggaran hukum terhadap ujaran kebencian dan hasutan permusuhan publik.