Bagikan:

JAKARTA - Pasukan Junta militer Myanmar melepaskan tembakan peringatan ke konvoi bantuan Palang Merah China.

Insiden ini menjadi tantangan dalam memberikan bantuan di tengah perang saudara karena kelompok-kelompok bantuan menyerukan akses yang lebih baik untuk membantu para korban gempa bumi yang dahsyat.

Militer berjuang untuk menjalankan Myanmar setelah kudeta terhadap pemerintah sipil terpilih dari peraih Nobel Aung San Suu Kyi pada tahun 2021, yang menyebabkan ekonomi dan layanan dasar termasuk perawatan kesehatan menjadi hancur setelah perang saudara meletus.

Juru bicara junta Zaw Min Tun mengatakan Palang Merah China belum memberi tahu pihak berwenang mereka berada di zona konflik pada Selasa malam.

Tim keamanan melepaskan tembakan ke udara setelah konvoi, yang meliputi kendaraan lokal, tak berhenti.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China mengatakan tim bantuan dan pasokan aman, dan meminta semua pihak di Myanmar untuk memastikan keselamatan penyelamat.

"Penting untuk menjaga rute transportasi untuk upaya bantuan tetap terbuka dan tidak terhalang," kata Guo Jiakun dalam konferensi pers dilansir Reuters, Rabu, 2 April.

Penembakan itu terjadi saat jumlah korban tewas akibat gempa berkekuatan 7,7 skala Richter pada Jumat meningkat menjadi 2.886, dengan 4.639 orang terluka, kata media pemerintah Myanmar.

Bagian pedesaan di wilayah Sagaing yang dilanda bencana sebagian besar berada di bawah kendali kelompok perlawanan bersenjata yang memerangi pemerintah militer.

"Mereka akan menjadi salah satu yang paling menantang bagi badan-badan bantuan untuk dijangkau, mengingat pembatasan rezim, konfigurasi kompleks administrasi lokal dan kendali oleh kelompok perlawanan bersenjata, dan konflik yang terus-menerus," kata International Crisis Group.

Bahkan sebelum gempa, kata ICG, informasi sulit dikumpulkan dari daerah-daerah tersebut, karena junta militer memutus jaringan internet dan telepon seluler sebagai bagian dari konflik tersebut.

"Tentara ada di mana-mana di kota ini," kata seorang pria yang pergi ke Sagaing kepada Reuters.

"Mereka ada di sana untuk keamanan, bukan untuk penyelamatan. Mereka memeriksa setiap kendaraan,” imbuhnya.

Human Rights Watch yang berbasis di New York mendesak junta militer untuk mengizinkan akses tanpa batas bagi bantuan kemanusiaan dan mencabut pembatasan yang menghalangi lembaga bantuan.

Para donor ditegaskan harus menyalurkan bantuan melalui kelompok independen dan bukan hanya otoritas junta militer.

"Junta militer Myanmar tidak dapat dipercaya untuk menanggapi bencana sebesar ini," kata Bryony Lau, wakil direktur Asia di Human Rights Watch, dalam laporan.

"Pemerintah yang peduli dan lembaga internasional perlu menekan junta militer untuk mengizinkan akses penuh dan segera kepada para penyintas, di mana pun mereka berada,” ujar Lau.